~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.
Kebutuhan
Kepada Khitobah
Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang
yang bertugas mengenalkan aturan (al
musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru,
orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan
orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka
tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat
memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
Publik tidak akan terpengaruh dengan
burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling
mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional
dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi
publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan
jadal.
Maka wajib saat berkhitobah kepada
masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis
yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan
manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat
dzolim.
Dan
tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul
khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik,
dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul
khitobah.
2.
Perlunya
Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada
penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk
membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik
dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai
suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian,
kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa.
Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara
ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa
yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini
memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi
manusia.
3.
Pengertian
Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
Sebagaimana yang telah kita pelajari
bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang
terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan
orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau
yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang
dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa
tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan
mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan
pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini
disebut juga dengan (dzon).
4.
Bagian
bagian khitobah
Khitobah terdiri dari
dua komponen:
a.
Al
‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah
materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut
disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah
disebut dengan (attasybit). Dan ibarat
lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap
perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut
sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas
tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.
Al
a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau
keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang
ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi
dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya
merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini
tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya
tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua,
yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga
terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam :
Yakni istidrajat dari sisi pembicara,
dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang
tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh)
dan (syahadah). Syahadah terbagi
atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi
menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.
Al
‘Amudu
Qhodiyah
yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu
yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat
mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai
qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji
secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini
nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali
masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan
jadal.
Disana
kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada
sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang
masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa
sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes,
debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan,
maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.
6.
Istidrtaj
Dari Segi Pembicara
7.
Istidraj
Dari Segi Perkataan
8.
Istidraj
Dari Segi Pendengar
Ini
merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga
sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar
menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar
perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak
ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki
pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan
mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya
sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas.
Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan
bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia
merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar
merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima
dalam peperangan.
9.
Syahadatul
perkataan / kesaksian perkataan
Ini
merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan
ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti
nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan
leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan
pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib,
yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula
dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas,
atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja
ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan
bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah
khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.
10. Syahadatu
keadaan / kesaksian keadaan
Yang
mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab
langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan
peerkataan.
1. Segi
khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan
kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal
maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap
bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang
terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman
politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda
kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam
dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda
kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda
kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih
apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang
memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan :
seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan,
seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang
ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.