Selasa, 28 Januari 2014

“SINA’ATUL KHITOBAH”


~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.      Kebutuhan Kepada Khitobah
 Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang yang bertugas mengenalkan aturan (al musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru, orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
     Publik tidak akan terpengaruh dengan burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan jadal.
    Maka wajib saat berkhitobah kepada masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat dzolim.
Dan tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik, dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul khitobah.

2.      Perlunya Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian, kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa. Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi manusia.

3.      Pengertian Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
 Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini disebut juga dengan (dzon).

4.      Bagian bagian khitobah
Khitobah terdiri dari dua komponen:
a.      Al ‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah disebut dengan (attasybit). Dan ibarat lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.      Al a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam : Yakni istidrajat dari sisi pembicara, dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh) dan (syahadah). Syahadah terbagi atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.      Al ‘Amudu
Qhodiyah yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan jadal.
Disana kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes, debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan, maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.

6.      Istidrtaj Dari Segi Pembicara


7.      Istidraj Dari Segi Perkataan


8.      Istidraj Dari Segi Pendengar
Ini merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas. Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima dalam peperangan.
  
9.      Syahadatul perkataan / kesaksian perkataan
Ini merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib, yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas, atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.

10.  Syahadatu keadaan / kesaksian keadaan
Yang mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan peerkataan.
1.      Segi khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan : seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan, seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.

“SINA’ATUL KHITOBAH”


~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.      Kebutuhan Kepada Khitobah
 Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang yang bertugas mengenalkan aturan (al musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru, orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
     Publik tidak akan terpengaruh dengan burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan jadal.
    Maka wajib saat berkhitobah kepada masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat dzolim.
Dan tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik, dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul khitobah.

2.      Perlunya Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian, kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa. Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi manusia.

3.      Pengertian Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
 Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini disebut juga dengan (dzon).

4.      Bagian bagian khitobah
Khitobah terdiri dari dua komponen:
a.      Al ‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah disebut dengan (attasybit). Dan ibarat lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.      Al a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam : Yakni istidrajat dari sisi pembicara, dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh) dan (syahadah). Syahadah terbagi atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.      Al ‘Amudu
Qhodiyah yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan jadal.
Disana kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes, debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan, maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.

6.      Istidrtaj Dari Segi Pembicara


7.      Istidraj Dari Segi Perkataan


8.      Istidraj Dari Segi Pendengar
Ini merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas. Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima dalam peperangan.
  
9.      Syahadatul perkataan / kesaksian perkataan
Ini merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib, yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas, atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.

10.  Syahadatu keadaan / kesaksian keadaan
Yang mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan peerkataan.
1.      Segi khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan : seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan, seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.

“SINA’ATUL KHITOBAH”


~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.      Kebutuhan Kepada Khitobah
 Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang yang bertugas mengenalkan aturan (al musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru, orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
     Publik tidak akan terpengaruh dengan burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan jadal.
    Maka wajib saat berkhitobah kepada masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat dzolim.
Dan tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik, dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul khitobah.

2.      Perlunya Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian, kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa. Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi manusia.

3.      Pengertian Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
 Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini disebut juga dengan (dzon).

4.      Bagian bagian khitobah
Khitobah terdiri dari dua komponen:
a.      Al ‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah disebut dengan (attasybit). Dan ibarat lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.      Al a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam : Yakni istidrajat dari sisi pembicara, dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh) dan (syahadah). Syahadah terbagi atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.      Al ‘Amudu
Qhodiyah yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan jadal.
Disana kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes, debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan, maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.

6.      Istidrtaj Dari Segi Pembicara


7.      Istidraj Dari Segi Perkataan


8.      Istidraj Dari Segi Pendengar
Ini merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas. Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima dalam peperangan.
  
9.      Syahadatul perkataan / kesaksian perkataan
Ini merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib, yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas, atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.

10.  Syahadatu keadaan / kesaksian keadaan
Yang mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan peerkataan.
1.      Segi khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan : seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan, seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.

“SINA’ATUL KHITOBAH”


~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.      Kebutuhan Kepada Khitobah
 Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang yang bertugas mengenalkan aturan (al musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru, orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
     Publik tidak akan terpengaruh dengan burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan jadal.
    Maka wajib saat berkhitobah kepada masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat dzolim.
Dan tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik, dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul khitobah.

2.      Perlunya Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian, kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa. Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi manusia.

3.      Pengertian Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
 Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini disebut juga dengan (dzon).

4.      Bagian bagian khitobah
Khitobah terdiri dari dua komponen:
a.      Al ‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah disebut dengan (attasybit). Dan ibarat lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.      Al a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam : Yakni istidrajat dari sisi pembicara, dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh) dan (syahadah). Syahadah terbagi atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.      Al ‘Amudu
Qhodiyah yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan jadal.
Disana kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes, debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan, maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.

6.      Istidrtaj Dari Segi Pembicara


7.      Istidraj Dari Segi Perkataan


8.      Istidraj Dari Segi Pendengar
Ini merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas. Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima dalam peperangan.
  
9.      Syahadatul perkataan / kesaksian perkataan
Ini merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib, yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas, atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.

10.  Syahadatu keadaan / kesaksian keadaan
Yang mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan peerkataan.
1.      Segi khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan : seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan, seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.

“SINA’ATUL KHITOBAH”


~Dasar-dasar dan kaedah-kaedah~
1.      Kebutuhan Kepada Khitobah
 Khitobah banyak dibutuhkan oleh orang-orang yang bertugas mengenalkan aturan (al musyari’un), orang yang ingin mengajak kepada suatu asas / idiologi baru, orang-orang politikus, dan selainnya yang mana orang-orang yang dapat memuaskan orang banyak dengan apa yang dia inginkan. Maka terealisasinya ide-ide mereka tidak akan sempurna kecuali dengan keridhoan orang banyak, dan dia dapat memuaskan mereka bahwa tujuannya akan benar-benar terealisasi.
     Publik tidak akan terpengaruh dengan burhan, begitu pula dengan cara-cara jadal, karena publik yang paling mempengaruhinya adalah emosional, dan publik lebih banyak dipengaruhi emosional dari pada pemikirannya. Oleh karena itu maka bagi yang ingin mempengaruhi publik, memuaskan mereka, harus melalui jalan yang lain selain cara burhan dan jadal.
    Maka wajib saat berkhitobah kepada masyarakat umum, dan yang masih awam, pidato yang disampaikan harus dari jenis yang sesuai dan tidak terlalu tinggi dari level pendengar, berbicara dengan manusia sesuai dengan standar akal mereka, jika tidak demikian akan berbuat dzolim.
Dan tidak ada sina’atul lain yang sesuai dengan tujuan ini kecuali sina’atul khitobah, dan disini metode yang paling baik untuk mempengaruhi kepada publik, dan orang awam. Inilah perlunya bagi kita dan seluruh manusia, kepada sina’atul khitobah.

2.      Perlunya Khitobah Dan Faedah-Faedahnya
Pada penjelasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa fungsi khitobah adalah untuk membela opini / pandangan. Dan pencerahan fikiran yang umum / opini publik dalam berbagai macam masalah, dan seruan agar orang menerima / mempercayai suatu prinsip-prinsip, memotifasi untuk mencari kemulian-kemulian, kesempurnaan-kesempurnaan, dan menghindari keburukan-keburukan, dan dosa-dosa. Menggerakkan perasaan publik, membangunkan hati nurani dan perasaan. Secara ringkas fungsi khitobah, mempersiapkan jiwa-jiwa pendengar untuk menerima apa yang disampaikan oleh khotib. Dari sini anda mengetuhi bahwa khitobah ini memiliki faedah yang banyak sekali dan ini menjadi kebutuhan primer bagi manusia.

3.      Pengertian Sina’atul Ini Dan Penjelasan Makna Khitobah
 Sebagaimana yang telah kita pelajari bahwasannya kita telah mendapatkan tentang defini khitobah sebagaimana yang terkenal dikalangan para mantiqin yaitu : Sina’atul ilmiah dengan sebab-sebabnya yang memuaskan orang banyak, atau publik dapat menerima dalam masalah yang diharapkan atau yang ingin dipercayai masyarakat, sesuai dengan kemampuan.
Yang dimaksud qhona’ah disini adalah mempercayai sesuatu dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat membantah dengan keyakinan ini, atau menerima dan mempercayai yang ada kemungkinan yang lebih baik, akan tetapi ada kemungkinan pada hati lebih cendrung untuk mempercayainya daripada membantahnya, dan ini disebut juga dengan (dzon).

4.      Bagian bagian khitobah
Khitobah terdiri dari dua komponen:
a.      Al ‘amudu : yang dimaksud dengan ‘amudu disini adalah materi-materi qhodiyah khitobah, yang mana dari qhodiyah-qhodiyah tersebut disusun hujjah yang meyakinkan, dan hujjah yang meyakinkan dalam khitobah disebut dengan (attasybit). Dan ibarat lain yang dimaksud dengan amudu adalah setiap perkatan yang mana setiap perkataan ini menghasilkan dengan sendirinya natijah yang diinginkan, disebut sebagai amud karena ini menjadi tonggak terbentiknya khitobah, dan diatas tonggak ini dijadikan sebagai cara meyakinkan orang lain.
b.      Al a’waan : perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan atau keadaan-keadaan external, yang mana semuanya keluar / selain dari Al amud yang ditentukan untuk meberikan kepercayaan, dan membantunya untuk dapat mepengaruhi dan mempersiapkan orang yang mendengarkan untuk menerima yang diucapakan.
Dan setiap dari keduanya pada hakikatnya merupakan komponen yang dimana khitobah itu terbentuk, yang mana keduanya ini tidak dapat dipisahkan dalam menyusun khitobah, karena Amud dengan sendirinya tidak dapat merealisasikan tujuan untuk meyakinkan publik.
Kemudian Al a’waan terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sesuatu yang dibuat-buat / skenario, dan a’waan juga terkadang sesuatu yang alami. Dan yang pertama dengan skenario dinamakan (istidarajat), dan ini ada tiga macam : Yakni istidrajat dari sisi pembicara, dari sisi perkataan, dan dari sisi pendengar. Yang kedua yang tidak dibuat-buat dinamakan (nushroh) dan (syahadah). Syahadah terbagi atas 2 : syahadah perkataan, keadaan. Maka semuanya tebagi menjadi 6 penggabungan antara Al ‘amudu dan Al a’waan.
5.      Al ‘Amudu
Qhodiyah yang mana khitobah tersusun dari qhodiyah yang madznunat atau makbulat, atau sesuatu yang masyhur mahdudah. Dan penggunaan masyhurat dalam khitobah karena dapat mempengaruhi pendengar kepada keyakinan. Oleh karena itu tidak dianggap sebagai qhodiyah dalam khitobah jika tidak masyhur secara lahiriah, yang ia dipuji secara sepintas lalu dan belum menjadi masyhur secara hakiki. Dengan ini nerbeda antara khitibah dan jadal, jadal tidak menggunakan di dalamnya kecuali masyhur secara hakiki sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan jadal.
Disana kita mengatakan, “bahwasannya masyhur dzohir hanya memeberi manfaat pada sina’atul khitobah”. Karena khitobah tujuannya memuaskan, dan cukup dengan yang masyhur atau yang makbulat dan diterima pendengar yang mana masyhur itu hanyaa sepintas lalu, dan akan hilang jika diteliti, tidak ada di dalamnya protes, debat, dan penentangan. Berbeda dengan jadal yang dibangun di atas saling melawan, maka tidak boleh menggunakan masyhur dzohiriah.

6.      Istidrtaj Dari Segi Pembicara


7.      Istidraj Dari Segi Perkataan


8.      Istidraj Dari Segi Pendengar
Ini merupakan persiapan agar audiens cepat menerima pidato daro khotib, ini juga sesuatu yang dibuat-buat oleh khotib. Dan itu dengan cara membuat para pendegar menarik / cendrung, atau mempengaruhi emosional pendengar terhadap khotib, agar perkataannya berkesan, dan mereka siap untuk mendengarkan khotib.
Tidak ada sesuatu yang lebih merugikan dari seorang khotib kecuali dia mencaci maki pendengar, atau menghina mereka, atau mengolok-olok mereka, atau mempermalukan mereka, karena pidatonya akan sedikit pendengar, atau tidak ada pengaruhnya sama sekali. Seorang khotib yang sukses adalah yang mampu merasakan solidarittas. Yang dapat menguasai hati pendengar. Dia juga harus membuat audiens merasakan bahwa dia juga bagian dari mereka, baik kesusahan atau kebahagiaan. Dia merasakan apa-apa yang dibutuhkan orang-orang, dan jiga dapat membuat pendengar merasa khotib adalah bagian dari mereka. Khususnya bagi orator, atau panglima dalam peperangan.
  
9.      Syahadatul perkataan / kesaksian perkataan
Ini merupakan bagian dari sesuatau yang tidak dibuat-buta. Kesaksian perkataan, dan ini didapatkan dari perkataan orang yang diikuti, karena kejujurannya, seperti nabi dan maksumin. Atau yang kebenaranya masih dzoniat, seperti hakim dan leluhur, dan lain-lain. Atau perkataan kebanyakan orang, atau perkataan pengamat. Yaitu dengan cara seperti itu para pendengar akan mepercayai khotib, yang diungkapkan dengan teriakan, atau dengan tepuk tangan, dll. Dapat pula dibuktikan dengan data-data, kertas-kertas, atau perjanjian, berkas-berkas, atau dengan peninggalan sejarah. Saksi-akasi ini meskipun hanya pembantu saja ini juga dapat memberikan kepuasan apa yang kita sampaikan dan dapat diajadikan bahan baku dalam menyusun khitobah, dan cocok digunakan dalam mukhodimah khitobah. Dan apabila dijadikan muqodimah maka ini disebut al makbulat.

10.  Syahadatu keadaan / kesaksian keadaan
Yang mana ini tidak termasuk dalam a’wan yang dibuat-buat, dan menjadi penyebab langsung orang percaya. Kesaksian ini dapat dihasilkan dari segi khotib dan peerkataan.
1.      Segi khotib : dia terkenal dengan keutamaannya, kejujurannya, keamanahannya, dan kemudahannya membedakan yang baik dan yang buruk. Yang mana karena dia terkenal maka orang akan menghormatinya dan akan takjub kepadanya, dan dia menganggap bernilai apa yang dikatakannya, apa yang dihukuminya, seperti orang yang terkenal cemerlang dalam berpidato, orang-orang yang pintar, memilki pengalaman politik, memiliki pangkat yang tinggi, Atau tampak dalam dirinya tanda-tanda kebenaran, meskipun dia tidak memiliki hal-hal yang tadi, tetapi nampak dalam dirinya kebenaran. Seperti, tanda-tandanya nampak pada raut mukanya tanda-tanda kegembiraan apabila disampaikan sesuatu kebaikan. Atau ada tanda-tanda kegelisahan apabila dia diperingati dengan keburukan. Atau keadaan sedih apabila diberitakan kepadanya kesedihan. Ini lah tanda-tanda orang yang memiliki kejujuran.
Dari segi perkataan : seperti bersumpah bahwa ini benar atau semacam perjanjian, tanda tangan, seperti tanda tangan rosul dalam membuat surat. Apabila dia tidak mampu yang ditantangkan oleh khotib maka dia akan mengakui apa yang dikatakan.